Kartini Masa Kini: Menyalakan Pelita Kesehatan dari Ujung Negeri

Jakarta, 17 Mei 2025 –Di balik gemerlap rumah sakit megah di ibu kota dan sorotan media yang kerap terpusat di perkotaan, ada kisah-kisah pengabdian yang tumbuh dalam sunyi. Kisah para pejuang tanpa selempang kehormatan yang mengabdi di batas-batas negeri, menyalakan harapan dalam keterbatasan. Mereka adalah Kartini masa kini—bukan sekadar simbol emansipasi, melainkan cahaya kehidupan bagi masyarakat di wilayah Tertinggal, Terdepan, dan Terluar (3T).

Semangat inilah yang diangkat dalam Webinar Nasional Praktik Baik Nakes SERI 1 dengan tema “Kartini Masa Kini: Perjuangan di Pelosok Negeri”, yang diselenggarakan secara daring oleh Yapscholn.com dari PT Yapindo. Dipandu oleh Dr. dr. Lucy Widasari, M.Si, acara ini menyuguhkan kisah-kisah nyata dari garis depan pelayanan kesehatan, melalui tiga sosok inspiratif dari Kabupaten Pulau Taliabu, Maluku Utara:

  • Arlin, Amd. Keb., bidan desa di Air Fofa, adalah potret nyata dari pengabdian tanpa pamrih. Selama dua tahun terakhir, ia menjalankan tugasnya sebagai tenaga kontrak dengan gaji dari dinas kesehatan. Namun tahun ini, statusnya berubah—menjadi sukarelawan tanpa gaji, tanpa mengurangi sedikit pun semangatnya dalam melayani masyarakat. Setiap hari, Arlin menempuh medan yang berat, melintasi jalur yang sulit dijangkau, hanya untuk memastikan bahwa setiap ibu bisa melahirkan dengan aman, dan setiap bayi mendapatkan awal kehidupan yang layak. Di tengah keterbatasan fasilitas dan jauh dari sorotan publik, ia tetap teguh berdiri sebagai garda terdepan kesehatan di desanya.

  • dr. Najmatullah, Sp.B., M.Kes., adalah Kepala Instalasi Bedah RSUD Bobong sekaligus salah satu dokter spesialis bedah yang mengabdikan diri dengan penuh dedikasi di wilayah 3T. Pengabdiannya telah melintasi berbagai daerah terpencil di Indonesia, mulai dari Wakatobi, Lanny Jaya, hingga Keerom—semua dijalani dengan komitmen tinggi dan tanpa syarat. Sebagai dokter bedah, dr. Najmatullah tidak hanya menangani tindakan medis kompleks di tengah keterbatasan fasilitas, tetapi juga menjadi rujukan harapan bagi masyarakat yang sebelumnya tidak memiliki akses terhadap layanan bedah dasar. Di setiap tempat ia mengabdi, ia tak sekadar menyembuhkan luka fisik, tetapi juga menumbuhkan harapan, menegaskan bahwa kualitas pelayanan kesehatan tidak boleh ditentukan oleh letak geografis.Dedikasinya membuktikan bahwa pengabdian seorang dokter spesialis tidak mengenal batas, dan bahwa profesionalisme sejati justru teruji di tempat-tempat yang jauh dari kemudahan.

  • dr. Virginia Lestari R., salah seorang dokter umum di RSUD Bobong, merupakan salah satu sosok tenaga kesehatan yang telah mendedikasikan dirinya selama 4 tahun 8 bulan untuk pelayanan dasar di wilayah terpencil Kabupaten Pulau Taliabu.Dalam keseharian tugasnya, dr. Virginia menghadapi berbagai tantangan, mulai dari keterbatasan fasilitas medis hingga situasi kedaruratan yang harus ditangani dengan sumber daya yang sangat minim. Namun, dengan keteguhan hati dan komitmen yang tinggi, ia terus hadir sebagai garda depan layanan kesehatan, memastikan masyarakat di pelosok tetap mendapatkan hak mereka atas pelayanan medis yang layak.

Lebih dari Sebuah Profesi: Ini Adalah Pengabdian

Apa yang mereka jalani bukan hanya pekerjaan, tetapi panggilan nurani. Dalam keterbatasan alat medis, sinyal komunikasi yang tak menentu, dan jarak tempuh yang penuh tantangan, mereka tetap hadir dengan semangat dan cinta. Menyusuri sungai, menembus hutan, dan melawan waktu—semua dilakukan demi satu tujuan: menyelamatkan kehidupan.

Kartini masa kini tak lagi terikat oleh batas gender, usia, atau gelar. Mereka hadir dalam beragam wajah dan latar belakang, namun menyatu dalam satu semangat: pengabdian tanpa syarat. Di mata mereka, kita melihat nyala harapan bagi negeri yang lebih setara.

Foto. doc dr Virginia

Tiga Pelajaran Berharga dari Ujung Negeri

Webinar ini membuka mata hati kita dengan tiga pesan penting yang tak boleh diabaikan:

  1. Perlu dukungan nyata untuk wilayah 3T : Tenaga kesehatan di wilayah 3T bukan butuh belas kasihan, tetapi keberpihakan. Kebijakan afirmatif, infrastruktur layak, dan distribusi tenaga medis yang adil adalah kebutuhan mendesak.
  2. Replikasi praktik baik sebagai model nasional: Apa yang dilakukan oleh para narasumber bukan sekadar inspirasi, melainkan cetak biru bagi solusi nyata. Praktik-praktik semacam ini dapat menjadi standar pelayanan kesehatan berbasis lokal yang efektif dan berkeadilan, yang dapat diterapkan di berbagai wilayah dengan penyesuaian terhadap karakter dan kebutuhan daerah masing-masing.
  3. Kolaborasi Lintas Sektor adalah harga mati : Pembangunan kesehatan tidak dapat dipikul oleh satu pihak saja. Dibutuhkan sinergi yang kuat antara pemerintah, dunia usaha, akademisi, dan seluruh elemen masyarakat untuk membangun sistem kesehatan yang inklusif, tangguh, dan berkelanjutan. Hanya melalui kolaborasi lintas sektor, kita bisa memastikan bahwa setiap warga negara—di manapun mereka berada—memiliki akses yang adil terhadap layanan kesehatan yang layak.

Foto. doc Bidan Arlin

Pandangan Strategis dari Para Ahli

Dua sejawat turut memberikan penegasan di akhir acara: Dr. Saptadji.,FISQUA Ketua Perhimpunan Digital Medis Indonesia (PDMI), dan Rohidin Sudarno, SE., MM, pemerhati kebijakan PATTIRO. Keduanya menekankan bahwa kompetensi tenaga kesehatan harus terus ditingkatkan—dalam hal komunikasi, penanganan kegawatdaruratan, etika, serta profesionalisme. Karena di pelosok negeri, dokter dan bidan bukan hanya petugas medis, melainkan simbol harapan terakhir.

Menyalakan Asa, Menyulut Semangat

Webinar ini bukan sekadar forum diskusi—melainkan panggilan hati, wujud nyata dari dedikasi. Ia mengajak kita untuk menoleh ke arah yang kerap terlupakan: pinggiran negeri, tempat di mana hidup dan harapan bertumpu pada kehadiran satu sosok tenaga kesehatan. Di sana, pengabdian menjadi cahaya, dan setiap tindakan medis menjadi jembatan antara kesenjangan dan keadilan.

Foto.doc webinar yapscholn.com

Semoga kisah inspiratif dari Pulau Taliabu ini tidak berhenti sebagai narasi yang menyentuh, tetapi menjelma menjadi bahan bakar bagi perubahan yang nyata. Sebab sejatinya, membangun bangsa tidak selalu dimulai dari pusat keramaian kota, melainkan dari langkah-langkah kecil penuh ketulusan di sudut-sudut negeri yang paling sunyi—tempat di mana harapan tumbuh dari pengabdian, dan kemajuan lahir dari keberanian untuk peduli.

Mereka tidak meminta sorotan. Tapi kita punya tanggung jawab untuk menyalakan cahaya itu lebih terang.

1 thought on “Kartini Masa Kini: Menyalakan Pelita Kesehatan dari Ujung Negeri

  1. Meningkatkan derajat kesehatan secara optimal adalah harapan kami di daerah 3T tetapi selalu terkendala dengan Akses, fasilitas tidak memadai. selain itu faktor geografis serta infrastruktur yg tidak memadai menjadi pelengkap hambatan kami, meskipun demikian semaksimal mungkin kami tetap mengabdikan diri dengan kondisi seadanya. Harapan kami ke depan semoga ada kebijakan pemerintah yg bersifat SEGERA untuk menjawab tantangan ini.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *