“Badai Fiskal Tak Hentikan Harapan: Inovasi Daerah Mencegah Stunting”

Di sudut-sudut desa yang sepi, di antara gemerisik angin dan tanah yang retak, masih banyak anak-anak Indonesia bertumbuh dalam kekurangan. Tubuh-tubuh kecil mereka seolah berteriak dalam diam—lebih pendek dari seharusnya, lebih rapuh dari yang sepatutnya. Setiap helaan napas mereka adalah harapan yang menggantung, bergantung pada sejauh mana bangsa ini memperjuangkan hak paling mendasar mereka: hak untuk tumbuh sehat, kuat, dan bermasa depan.

Namun di tengah perjalanan panjang mencegah stunting, badai baru datang mengguncang — keterbatasan anggaran yang mengancam meredupkan asa. Meski demikian, di mata anak-anak itu, kita membaca pesan yang tak pernah pudar: jangan pernah menyerah. Sebab bagi mereka, setiap langkah kecil dari kita adalah pijakan besar menuju hidup yang lebih baik.

Namun, seperti tunas rapuh yang tetap menerobos kerasnya karang, harapan terus bersemi di daerah-daerah yang menolak untuk menyerah. Di tengah segala keterbatasan, mereka memilih untuk bertahan, berinovasi, dan memperjuangkan masa depan anak-anaknya dengan segenap daya yang tersisa. Dari tanah yang kering dan tangan yang sederhana, lahirlah optimisme yang tak dapat dipatahkan—sebuah keyakinan bahwa perubahan tetap mungkin, meski badai menghadang.

Realitas Keterbatasan Anggaran

Sejak 2023, Indonesia menghadapi pengetatan fiskal yang berimbas ke berbagai sektor, termasuk sektor kesehatan. Menurut laporan Kementerian Keuangan Republik Indonesia (APBN Kita, Desember 2024), alokasi Dana Alokasi Khusus (DAK) bidang kesehatan mengalami penurunan sebesar 14% dibandingkan tahun sebelumnya, dengan dampak langsung terhadap keberlangsungan program gizi serta pencegahan stunting.

Di sisi lain, prevalensi stunting berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2023 tercatat sebesar  21,5% pada tahun 2023. Angka tersebut masih jauh dari target nasional sebesar 14% pada 2024 sebagaimana ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020–2024.

Saat ini, kita tengah menanti hasil terbaru SSGI 2024 yang akan memberikan gambaran lebih aktual mengenai efektivitas program-program pencegahan stunting di tengah keterbatasan anggaran. Keterbatasan fiskal ini berpotensi mengancam keberlanjutan berbagai program intervensi spesifik dan sensitif, yang selama ini menjadi ujung tombak dalam upaya percepatan penurunan stunting di Indonesia.

Strategi dan Solusi Kreatif Daerah

  1. Inovasi Pembiayaan Alternatif

Sejumlah daerah tidak pasrah menghadapi pemangkasan anggaran. Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, misalnya, mengandalkan kolaborasi sektor swasta melalui Program CSR untuk mendukung 150 posyandu digital (Dinas Kesehatan Bone, 2024).

“Stunting adalah masalah lintas sektor. Kami menggandeng dunia usaha untuk memperluas jangkauan layanan,” ujar Bupati Bone, Andi Fahsar Mahdin Padjalangi (Antara, Januari 2025).

  1. Integrasi Program Lintas Sektor

Kota Padang menjadi contoh bagaimana pendekatan multisektoral bisa mengakselerasi penurunan stunting. Sejak 2022, melalui Peraturan Wali Kota Padang No. 17 Tahun 2022, semua OPD wajib memasukkan intervensi stunting dalam programnya — dari sanitasi, ketahanan pangan, hingga pendidikan ibu hamil (Bappeda Padang, 2024). Langkah ini mempercepat sinergi dan mengoptimalkan sumber daya yang tersedia.

  1. Gerakan Masyarakat Berbasis Masyarakat

Penguatan komunitas menjadi strategi jitu di tengah minimnya dana. Kabupaten Klaten meluncurkan Program “Satu Rumah, Satu Kebun Gizi” yang mendorong setiap keluarga membangun kebun pangan mandiri. Menurut laporan Dinas Kesehatan Klaten (2024), program ini meningkatkan konsumsi sayuran keluarga hingga 37% dalam satu tahun, berkontribusi pada penurunan angka stunting lokal sebesar 3%.

Praktik Baik dari Daerah Inspiratif

Kabupaten Klaten: Kebun Gizi Keluarga

Di Desa Ngemplak, Klaten, Siti Rohmawati (32) setiap pagi memetik bayam dan kangkung dari kebun kecilnya. “Dulu beli sayur harus ke pasar, kadang malas. Sekarang tinggal petik di halaman,” ujarnya (Kompas, Februari 2025).

Program ini tak hanya meningkatkan asupan gizi, tetapi juga mempererat kemandirian keluarga.

Kota Padang: Regulasi Lintas Sektor

Pendekatan Padang berbasis regulasi membuat semua dinas merasa memiliki tanggung jawab terhadap masalah stunting. “Dengan sistem ini, setiap pembangunan infrastruktur harus memperhatikan aspek gizi,” kata Kepala Bappeda Padang, Yulian Efi (Padang Ekspres, Desember 2024).

Kabupaten Bone: Digitalisasi Layanan Posyandu

Bone meluncurkan aplikasi “Posyandu Cerdas”, mengubah pencatatan manual menjadi sistem berbasis Android. Hasil evaluasi Dinas Kesehatan Bone (2024) menunjukkan bahwa penggunaan aplikasi ini meningkatkan deteksi dini risiko stunting sebesar 22% dibandingkan metode konvensional.

Optimisme Masa Depan

Di tengah segala keterbatasan, kekuatan terbesar Indonesia bukan pada besarnya anggaran, melainkan pada tekad dan kreativitas manusianya. Daerah-daerah yang berani berinovasi membuktikan bahwa perubahan tetap mungkin, meski dengan sumber daya terbatas.

Menurut Prof. Dr.Ir. Hardinsyah, MS, Ketua Umum PERGIZI PANGAN Indonesia, “Kunci keberhasilan bukan hanya pada seberapa besar anggaran, tapi bagaimana kecerdasan lokal mengelola potensi yang ada.” (DetikHealth, Januari 2025). Pernyataan ini menegaskan bahwa pemberdayaan sumber daya manusia lokal berperan penting dalam upaya pencegahan stunting. Tokoh masyarakat, kader kesehatan, serta keluarga perlu dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan untuk mengenali potensi sumber daya alam serta budaya yang ada di lingkungan mereka. Mereka harus mampu mengolah dan memanfaatkan potensi tersebut menjadi solusi konkret untuk meningkatkan asupan gizi, terutama bagi anak-anak. Dengan memanfaatkan kearifan lokal—seperti pemanfaatan pangan lokal bergizi, praktik pertanian keluarga, dan pola pengasuhan—intervensi stunting akan menjadi lebih tepat sasaran, berkelanjutan, dan memiliki dampak jangka panjang terhadap kualitas kesehatan generasi masa depan.

Adaptasi, kolaborasi, dan penguatan komunitas bukan sekadar strategi teknis; mereka adalah denyut nadi perjuangan membangun fondasi gizi bangsa. Stunting bukan sekadar angka, melainkan luka sunyi yang menggerogoti masa depan anak-anak kita. Luka yang tak terlihat, namun meninggalkan jejak panjang pada kualitas hidup dan kemajuan bangsa.

Namun, di tengah keterbatasan yang mencekik, kisah dari Klaten, Padang, dan Bone mengajarkan kita satu hal: harapan tidak pernah mengenal batas. Dari kebun kecil di halaman rumah, dari regulasi yang melibatkan semua sektor, hingga dari sentuhan teknologi di posyandu digital, semua membuktikan bahwa cinta untuk masa depan bisa menemukan jalannya—meski dana terbatas, semangat tetap melimpah.

“Ketika anggaran menyusut, kreativitas dan kecerdasan lokal harus tumbuh berlipat. Sebab masa depan anak-anak Indonesia jauh lebih mulia daripada sekadar deretan angka dalam laporan keuangan. Mereka adalah jiwa-jiwa harapan, bukan statistik yang bisa diabaikan.”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *