Gizi Buruk di Balik Kilau Nikel: Ancaman Nyata bagi Pekerja Tambang Indonesia

Indonesia patut berbangga sebagai produsen nikel terbesar di dunia. Namun di balik gemerlap ekspor dan ambisi besar menuju transisi energi melalui baterai kendaraan listrik, tersimpan pertanyaan mendasar: bagaimana kabar para penjaga perut bumi kita? Di tengah sorotan global terhadap kejayaan industri nikel nasional, para pekerja tambang justru terjebak dalam pusaran persoalan kesehatan dan gizi yang kerap luput dari perhatian. Suara mereka nyaris tak terdengar, meski mereka adalah fondasi dari seluruh kemajuan ini.

 Risiko Kesehatan yang Mengintai di Tiap Tarikan Napas

Keringat mereka mengalir di bawah terik matahari dan debu logam berat. Di Sulawesi, Maluku, hingga Papua—pekerja tambang nikel berjibaku dalam kondisi ekstrem. Paparan debu, suhu tinggi, hingga logam berat seperti nikel dan kromium menggerogoti paru-paru dan organ vital lainnya.

Laporan WHO (2021) dan data ATSDR (2022) menyebut paparan logam berat jangka panjang bisa memicu kerusakan hati dan ginjal. Bahkan, studi di Sulawesi Tengah mencatat penurunan fungsi paru sebesar 28% di kalangan pekerja tambang (Wahyuni et al., 2020).

Gizi Buruk di Tengah Aktivitas Fisik Ekstrem

Para pekerja tambang mengerahkan tenaga besar setiap harinya, namun pertanyaannya: apa yang sebenarnya mereka konsumsi? Di banyak lokasi tambang di Indonesia, pola makan para pekerja masih didominasi oleh makanan instan, tinggi lemak, rendah serat, dan nyaris tanpa asupan sayur atau buah segar. Ketidakseimbangan ini sangat kontras dengan kebutuhan energi mereka yang tinggi, yaitu antara 3.500 hingga 3.900 kilokalori per hari—angka yang hanya bisa dipenuhi melalui makanan bergizi seimbang dan kaya mikronutrien.

Tanpa asupan protein berkualitas, zat besi, zinc, dan vitamin yang memadai, tubuh para pekerja menjadi rentan terhadap berbagai gangguan kesehatan. Anemia, kelelahan kronis, dan penurunan daya tahan tubuh adalah konsekuensi langsung dari kekurangan gizi tersebut. Penelitian di Kalimantan Timur bahkan menunjukkan bahwa 36% pekerja tambang mengalami anemia ringan, kondisi yang berdampak langsung pada turunnya produktivitas dan meningkatnya risiko kecelakaan kerja (Yuliana et al., 2021).

 Kalau Pekerja Sakit, Siapa yang Jaga Produksi?

Gizi buruk bukan hanya persoalan kesehatan individu—ia adalah bom waktu bagi kelangsungan produksi tambang. Pekerja yang mengalami kelelahan kronis, anemia, atau gangguan metabolik akibat kekurangan zat gizi esensial tidak mampu mempertahankan performa kerja optimal.

Produktivitas turun drastis, kehadiran menurun, dan dalam jangka panjang perusahaan harus menanggung biaya asuransi kesehatan yang membengkak. Belum lagi dampak tingkat keluar masuk (turnover) karyawan yang tinggi, karena pekerja enggan bertahan dalam lingkungan kerja yang mengabaikan aspek dasar kesehatan mereka.

Akumulasi kondisi ini secara langsung akan mengganggu target produksi, memperlambat rantai pasok, dan menggerus profit perusahaan. Jika dibiarkan, bukan tidak mungkin perusahaan harus menghadapi risiko reputasi di mata investor dan publik, khususnya di era ESG (Environmental, Social, Governance) yang kini menjadi tolok ukur keberlanjutan bisnis global.

Saatnya Manajemen Bertindak: Empat Jurus Kunci Membangun Tambang yang Sehat dan Produktif

Menghadapi realitas keras di balik kejayaan industri nikel, manajemen perusahaan tambang harus mulai memandang kesehatan pekerja sebagai bagian integral dari strategi operasional. Ada empat langkah fundamental yang perlu segera diimplementasikan.

  • Pertama, penyediaan katering sehat di area tambang. Menu makanan harian harus dirancang dengan memperhatikan keseimbangan gizi, menggunakan bahan-bahan segar, serta disesuaikan dengan kebutuhan energi pekerja yang melakukan aktivitas fisik berat. Gizi yang tepat akan menjadi fondasi stamina dan ketahanan tubuh sepanjang hari kerja.
  • Kedua, pelaksanaan pemeriksaan kesehatan berkala. Pemeriksaan rutin bukan hanya sekadar formalitas, tetapi alat deteksi dini terhadap risiko paparan logam berat dan penyakit akibat kerja lainnya. Semakin cepat gangguan kesehatan teridentifikasi, semakin besar peluang untuk intervensi dini yang efektif.
  • Ketiga, penguatan edukasi gizi dan kesehatan kerja. Melalui penyuluhan langsung, pelatihan interaktif, dan kampanye internal yang konsisten, pekerja dibekali dengan pengetahuan untuk menjaga kesehatannya sendiri. Ini mencakup edukasi pola makan sehat, pentingnya hidrasi, hingga manajemen stres dalam lingkungan kerja yang penuh tekanan.
  • Keempat, penciptaan lingkungan kerja yang manusiawi dan suportif secara psikososial. Waktu istirahat yang cukup, penyediaan ruang relaksasi, serta akses terhadap layanan psikologis menjadi kunci dalam menjaga kesehatan mental pekerja. Lingkungan kerja yang sehat bukan hanya mengurangi tingkat kelelahan dan kecelakaan kerja, tetapi juga memperkuat loyalitas karyawan terhadap perusahaan.

Empat jurus ini bukan sekadar pendekatan teknis, tetapi representasi dari perubahan paradigma: bahwa kesehatan pekerja bukan beban, melainkan investasi jangka panjang untuk keberlanjutan industri tambang di Indonesia.

Kesehatan Adalah Aset, Bukan Beban

Pekerja tambang bukan sekadar “alat produksi”—mereka adalah aset strategis yang menopang keberlanjutan industri. Mereka adalah ujung tombak dari setiap ton nikel yang dihasilkan, dari setiap target produksi yang tercapai. Maka, investasi pada gizi dan kesehatan mereka bukan bentuk belas kasih, melainkan keputusan bisnis yang cerdas dan visioner—langkah nyata untuk menjaga stabilitas operasional, menekan biaya kesehatan jangka panjang, dan membangun reputasi perusahaan yang bertanggung jawab.

Jika nikel adalah “emas putih” yang menjanjikan masa depan energi dunia, maka tenaga kerja yang sehat, kuat, dan terlindungi adalah fondasi emas dari keberhasilan itu. Jangan tunggu sampai sakit merobek produktivitas, atau krisis menghantam barisan pekerja di garis depan. Saatnya bergerak, sebelum semuanya terlambat.

1 thought on “Gizi Buruk di Balik Kilau Nikel: Ancaman Nyata bagi Pekerja Tambang Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *