Delapan dekade telah berlalu sejak Indonesia menyatakan kemerdekaannya. Tahun ini, HUT ke-80 Republik Indonesia tidak sekadar menjadi penanda historis sebuah tanggal, melainkan tonggak penting perjalanan bangsa yang terus bergerak, bertumbuh, dan bertransformasi bersama rakyatnya. Di tengah perubahan zaman dan pergeseran arah kepemimpinan nasional, kita menyambut era baru: era kolaborasi yang lebih inklusif, partisipasi yang lebih luas, dan harapan yang dibangun dari keluarga, dari masyarakat, dari desa di Hemungsia sia Dufu.
Peringatan 17 Agustus bukan hanya tentang barisan rapi dalam upacara atau riuh tawa dalam lomba-lomba tradisional. Kemerdekaan sejati haruslah terasa, hidup, dan berdampak nyata bagi seluruh warga negara, khususnya bagi anak-anak— yang sedang bertumbuh dalam pelukan keluarga dan bimbingan lingkungan sejatinya memiliki hak untuk diasuh, dilindungi, dan didukung secara optimal agar mampu tumbuh menjadi manusia merdeka: sehat jasmani, kuat mental, cerdas, dan berdaya secara sosial.
Di Kabupaten Pulau Taliabu, Provinsi Maluku Utara, semangat ini tidak hanya dihayati sebagai seremoni, tetapi diwujudkan dalam bentuk gerakan konkret dan penuh makna. Melalui tangan-tangan penggerak dari Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP2KB), lahirlah sebuah inisiatif yang membumi dan menyentuh langsung: “Tamasya Merdeka”— Taman Asuh Sayang Anak MERDEKA.
Tamasya Merdeka adalah transformasi dari layanan Bina Keluarga Balita (BKB HI) menjadi pusat pembelajaran dan pendampingan pengasuhan anak yang inklusif, adaptif, dan berdaya. Program ini bukan sekadar tempat penitipan anak, melainkan sebuah ruang hidup yang menyatukan pengasuh, orang tua, kader, dan anak-anak dalam sebuah ekosistem belajar yang kolaboratif. Di sinilah nilai-nilai gotong royong, literasi keluarga, dan penguatan peran ibu—sebagai pendidik pertama dan utama—diperkuat dan dijalankan secara nyata.
Tamasya Merdeka adalah wujud nyata dari semangat kemerdekaan yang tidak hanya dirayakan, tetapi dihidupkan—dibawa pulang ke dalam rumah, ditanamkan dalam hati anak-anak, dan ditumbuhkan bersama dalam denyut kehidupan masyarakat. Dari Kabupaten Pulau Taliabu, sebuah wilayah yang jauh dari pusat keramaian namun kaya akan semangat juang, suara perubahan bergema dengan lantang: bahwa kemerdekaan bukanlah sekadar simbol atau seremoni, melainkan hak hidup yang bermartabat, akses pada pengasuhan yang berkualitas, serta masa depan yang disiapkan dengan cinta, kepedulian, dan keberdayaan komunitas.
Tamasya Merdeka bukanlah sekadar tempat penitipan anak, melainkan ruang tumbuh baru yang dirancang secara holistik bagi anak, orang tua, pengasuh, kader, dan keluarga—termasuk penguatan peran ayah dalam pengasuhan. Program ini menghadirkan pendekatan menyeluruh yang tidak hanya fokus pada anak, tetapi juga memberdayakan seluruh ekosistem keluarga sebagai satu kesatuan yang saling mendukung.
Model Tamasya Merdeka akan diimplementasikan secara bertahap, dengan Desa Keramat di Kecamatan Taliabu Barat sebagai lokasi awal pengembangan. Di sinilah anak-anak akan bertumbuh dalam atmosfer penuh cinta, gizi yang seimbang, pengasuhan yang berkualitas, serta memiliki akses terhadap teknologi dan inovasi yang relevan dengan zamannya.
Program ini dirancang menghadirkan berbagai layanan strategis, mulai dari peningkatan kapasitas kader/pengasuh anak usia dini, pemantauan tumbuh kembang, hingga edukasi keluarga. Yang paling utama, keterlibatan aktif orang tua dan keluarga menjadi fondasi utama. Ruang-ruang bermain edukatif yang ramah anak akan menjadi arena interaksi dan eksplorasi, tempat di mana kemerdekaan anak diekspresikan melalui belajar, bermain, dan berkreasi secara sehat.
Inilah bukti nyata bahwa semangat 17 Agustus tidak berhenti pada bendera yang dikibarkan, tapi terus menyala dalam bentuk pelayanan publik yang berdampak. Terutama bagi perempuan—ibu, pengasuh, dan kader desa—program ini menjadi wahana penguatan peran sebagai garda depan literasi digital dan pengasuhan berbasis keluarga. Mereka bukan hanya penerima manfaat, tetapi juga aktor utama dalam menciptakan ekosistem pengasuhan yang transformatif.
Lebih menarik lagi, Tamasya Merdeka saat ini juga menggandeng mitra dari Universitas Aufa Royhan Padangsidimpuan Sumatera Utara dan dunia industri, seperti PT Yapindo Jaya Abadi, untuk mempublikasikan praktik baik dan memperkuat inovasi lokal. Bahkan, semangat kolaborasi ini mengarah pada implementasi pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan (AI) melalui kerjasama dengan Edufarmers International serta penciptaan inovator dari Taliabu untuk Indonesia.
Doc. Diskusi kerjasama antara DP2KB dengan tim Edufarmers International dan Direktur Program Kesehatan dan Gizi PT Yapindo Jaya Abadi
Gerakan ini selaras dengan visi besar Indonesia Emas 2045, yang menempatkan kesejahteraan dan kemajuan sebagai hak seluruh rakyat Indonesia—bukan hanya yang berada di pusat kota, tetapi juga yang hidup di wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar). Semangat ini terimplementasi nyata di Kabupaten Pulau Taliabu melalui visi dan misi daerah yang terangkum dalam akronim “MUDA”: Mandiri, Unggul, Damai, dan Adaptif.
Dalam kerangka tersebut, program Tamasya Merdeka bukan sekadar inisiatif sektoral yang berdiri sendiri, melainkan representasi nyata dari mimpi besar masyarakat di wilayah 3 T, khususnya di Pulau Taliabu: membangun wilayah Timur Indonesia melalui pendekatan yang partisipatif, kontekstual, dan humanis. Inisiatif ini menghadirkan paradigma baru pembangunan yang berpijak pada kearifan lokal, menguatkan peran keluarga sebagai fondasi utama, serta menjadikan masyarakat sebagai motor penggerak perubahan. Di sinilah keberlanjutan bukan hanya menjadi jargon, tetapi terwujud dalam praktik keseharian yang membumi—dari desa, oleh warga, untuk masa depan bersama.
Tamasya Merdeka menjadi ruang belajar bersama, tempat di mana ide-ide sederhana tumbuh menjadi gerakan perubahan nyata. Dari keluarga yang terlibat aktif dalam pengasuhan, hingga masyarakat yang saling memberdayakan dalam semangat kebersamaan—semua berkontribusi membangun masa depan anak-anak Taliabu. Di sinilah kemerdekaan dipelajari sejak dini, bukan hanya dari buku, tapi dari pelukan ibu, teladan ayah, dan lingkungan yang penuh kasih. Ibu-ibu menjadi pendidik tangguh, pengasuh menjadi fasilitator tumbuh kembang, dan masyarakat menjadi pelopor inovasi yang membumi. Dari pulau kecil yang jauh dari hiruk-pikuk kota, namun kaya akan semangat juang, suara perubahan bergema lantang: “HEMUNGSIA SIA DUFU”—Anak Taliabu, Siap Menjemput Masa Depan dengan Kepala Tegak dan Hati Merdeka.