TAMASYA MERDEKA: Cinta dari Negeri Hemungsia Sia Dufu

Pulau Taliabu, permata yang bersinar di timur Indonesia, tengah menapaki jalan pembangunan manusia dengan pendekatan yang bijaksana: mengasuh anak-anak dengan cinta, ilmu, dan nilai kehidupan. Di tengah tantangan global dan lokal, Kabupaten Pulau Taliabu memilih menanam masa depan bangsa melalui pondasi yang paling kuat—anak usia dini.

Bukti ilmiah menunjukkan bahwa intervensi pada masa awal kehidupan anak merupakan strategi paling efektif dalam membentuk kecerdasan, kesehatan, karakter, serta kesiapan hidup anak secara berkelanjutan (Shonkoff & Phillips, 2000). Stimulasi dini yang tepat memberikan kontribusi  terhadap perkembangan kognitif, bahasa, motorik, sosial-emosional, dan kesiapan memasuki pendidikan formal. Sebaliknya, minimnya akses terhadap pengasuhan dan asupan gizi yang optimal masih menjadi tantangan nyata di banyak daerah, termasuk Taliabu. Kurangnya keberagaman makanan pendamping ASI, serta angka kematian ibu dan bayi yang masih tinggi menunjukkan bahwa pengasuhan anak masih membutuhkan penguatan nyata.

Program Taman Asuh Sayang Anak Merdeka (TAMASYA) akan segera hadir sebagai respons konkret atas kebutuhan tersebut. Lebih dari sekadar layanan pengasuhan, TAMASYA adalah model inovatif pembangunan manusia yang berbasis masyarakat, berpijak pada nilai lokal, dan mengusung visi global. Pemerintah Kabupaten Pulau Taliabu menjadikan TAMASYA sebagai kendaraan utama untuk mewujudkan generasi MUDA — yaitu Mandiri, Unggul, Damai, dan Adaptif.

Mandiri: Kemandirian Bangsa Dimulai dari Anak Bahagia

Anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan suportif memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk menjadi individu yang mandiri dan berdaya guna (UNICEF, 2019). TAMASYA memfasilitasi ekosistem pengasuhan berbasis komunitas yang mendorong keterlibatan aktif para ibu, kader posyandu, dan masyarakat setempat. Selain menyentuh aspek emosional anak, program ini turut menciptakan peluang ekonomi melalui pelatihan keterampilan, gizi, dan pendidikan orang tua. Di sinilah kemandirian daerah bermula: dari keluarga yang kuat dan anak-anak yang percaya diri.

Mandiri adalah semangat membangun kemandirian daerah melalui anak-anak yang bahagia dan keluarga yang berdaya. Dalam ekosistem pengasuhan komunitas yang digerakkan oleh TAMASYA, para ibu dan kader masyarakat tidak hanya dilatih sebagai pendamping anak, tetapi juga diberdayakan secara ekonomi dan edukatif. Program ini menyentuh dimensi emosional anak sekaligus memperkuat fondasi sosial keluarga. Seperti ditegaskan oleh UNICEF (2019), anak yang tumbuh dalam lingkungan suportif memiliki kecenderungan lebih tinggi menjadi individu mandiri dan produktif. Maka, dari keluarga yang kuat, lahirlah kemandirian daerah yang berkelanjutan.

Unggul merujuk pada upaya menjadikan anak-anak Taliabu sebagai generasi yang kreatif, cerdas, dan penuh percaya diri. TAMASYA berperan sebagai laboratorium kehidupan tempat anak-anak belajar mengenali potensi dirinya, mengembangkan imajinasi, serta menyusun karakter melalui metode pembelajaran yang menyenangkan dan kontekstual. Dalam kajian psikologi perkembangan, stimulasi yang konsisten sejak dini terbukti mampu meningkatkan kecerdasan dan keterampilan sosial anak secara signifikan (Walker et al., 2007). Maka tak berlebihan jika dikatakan bahwa keunggulan sumber daya manusia Taliabu sedang dibentuk di pangkuan TAMASYA.

Damai menjadi nilai luhur yang ditanamkan melalui interaksi anak-anak di lingkungan yang beragam. Di Pulau Taliabu, keberagaman suku dan budaya bukanlah ancaman, melainkan kekayaan. TAMASYA memanfaatkan keberagaman ini sebagai ruang belajar hidup bersama dalam toleransi dan solidaritas. Anak-anak dikenalkan pada budaya lokal, diajak berkolaborasi, dan belajar menyelesaikan konflik sejak dini. Pendidikan multikultural seperti ini berkontribusi membentuk identitas sosial yang inklusif dan mendorong terciptanya hubungan antarkelompok yang harmonis. Dari anak-anak yang hidup damai sejak kecil, akan tumbuh masyarakat yang saling menghargai, tidak terpecah, dan siap membangun masa depan bersama.

Adaptif adalah kemampuan penting yang harus dimiliki generasi masa kini dalam menghadapi dunia yang terus berubah. Era digital dan krisis lingkungan telah menjadi dua medan pembelajaran utama yang menuntut anak-anak untuk memiliki fleksibilitas, ketangguhan, dan literasi baru. Melalui program TAMASYA, Kabupaten Pulau Taliabu secara progresif merespons tantangan ini dengan memperkenalkan literasi digital dasar, pemahaman teknologi secara bijak, serta edukasi tentang pelestarian lingkungan hidup sejak usia dini.

Pendekatan ini sejalan dengan kerangka kerja “Nurturing Care” yang dikembangkan oleh World Health Organization (WHO, 2020), yang menekankan pentingnya ketahanan anak dalam menghadapi perubahan sosial, teknologi, dan iklim global. Namun demikian, dalam membekali anak dengan keterampilan digital, diperlukan kebijakan penggunaan gawai yang sehat. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) merekomendasikan pembatasan screen time sesuai usia: bayi di bawah 1 tahun sebaiknya tidak terpapar layar sama sekali; usia 1–2 tahun hanya diperbolehkan dalam konteks video call; usia 2–6 tahun maksimal 1 jam per hari; usia 6–12 tahun maksimal 1,5 jam; dan usia 12–18 tahun maksimal 2 jam per hari.

Dengan mengintegrasikan literasi digital yang berimbang dan edukasi lingkungan yang kontekstual, TAMASYA tidak hanya membentuk anak-anak yang mampu beradaptasi, tetapi juga mencetak agen perubahan—mereka yang kelak membawa solusi, bukan sekadar bertahan dalam perubahan. Di Pulau Taliabu, anak-anak sedang dipersiapkan bukan hanya untuk menghadapi masa depan, tetapi juga untuk membentuknya.

Dengan semangat MUDA yang menjadi arah pembangunan daerah, TAMASYA bukan sekadar ruang bermain dan belajar, melainkan ladang subur penanaman nilai kehidupan. Ia adalah tempat di mana kecerdasan bertemu dengan kasih sayang, kreativitas bertemu dengan karakter, dan kearifan lokal bertemu dengan tantangan global.

Jika ingin melihat wajah Indonesia yang unggul di masa depan, lihatlah anak-anak yang tumbuh di TAMASYA hari ini. Mereka bukan hanya buah dari pembangunan, tetapi juga akar dan batang dari pohon bangsa yang akan menjulang tinggi.

Pulau Taliabu adalah tanah yang mendidik dengan cinta—tempat di mana setiap tawa anak adalah benih harapan, dan setiap pelukan hangat adalah awal dari perubahan besar. Dari anak-anak yang diasuh dengan kasih, dibimbing dengan nilai, dan dibesarkan dalam semangat kebersamaan, akan lahir pemimpin-pemimpin tangguh yang bukan hanya membangun negeri, tetapi juga mengangkat martabatnya di mata dunia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *