
Hari itu, langit Desa Kramat, Kabupaten Pulau Taliabu, tampak bersahabat. Udara segar menyambut tawa anak-anak yang berlarian di antara pepohonan, ditemani orang tua dan para kader desa. Mereka tidak hanya bermain, tapi juga belajar — bukan di ruang kelas, melainkan di alam terbuka yang dijadikan ruang belajar yang hidup.
Dalam momen menyambut peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke 80, Desa Kramat mempersiapkan Tamasya Merdeka, sebuah kegiatan edukatif yang memadukan semangat kemerdekaan, nilai-nilai kebudayaan, dan pendekatan belajar yang menyenangkan melalui Alat Permainan Edukatif (APE).
APE yang digunakan pun bukan sekadar mainan biasa. Ia lahir dari bumi desa itu sendiri — dari bambu, batok kelapa, hingga daun-daunan. Benda-benda sederhana ini menyimpan kekuatan besar: membangun masa depan anak melalui permainan yang bermakna.
Bermain: Bahasa Pertama Anak untuk Belajar
Para pakar perkembangan anak sejak lama menyatakan bahwa bermain adalah bahasa alami anak-anak untuk memahami dunia. Bermain bukan hanya soal senang-senang. Di balik tawa dan gerakan mereka, anak-anak sedang berlatih berpikir, bersosialisasi, memecahkan masalah, bahkan mengelola emosi. Seperti dijelaskan oleh Berk (2018), melalui permainan, anak mengasah otak dan tubuh secara seimbang, sambil tetap merasa bahagia.
Tamasya Merdeka mengambil prinsip ini sebagai dasar. Anak-anak Desa Kramat membuat mainan dari daun-daunan kering, menyusun menara dari balok kayu, berlatih keseimbangan dengan berjingkat, hingga duduk bersama memainkan congklak sambil berbagi cerita. Semua kegiatan itu bukan sekadar tradisi, tetapi sarana eksplorasi dan pembentukan karakter.
Belajar dari Alam, Menyatu dengan Kearifan Lokal
Mengapa harus membeli mainan plastik mahal jika pohon kelapa di halaman dapat menjadi sumber kreativitas tanpa batas? Pertanyaan ini dijawab nyata oleh masyarakat Desa Kramat, yang membuktikan bahwa lingkungan sekitar, bila dimanfaatkan dengan bijak, bisa menjadi laboratorium pembelajaran luar biasa.
Di tengah derasnya arus modernisasi, anak-anak Taliabu kembali dipertemukan dengan kekayaan lokal warisan leluhur. Melalui permainan, mereka tak hanya bersenang-senang, tetapi juga menyerap nilai kearifan, menumbuhkan cinta pada lingkungan, mengenal jati diri budaya, dan memupuk rasa bangga sebagai anak negeri.
Inilah pendidikan yang berpijak pada alam sekaligus menanamkan karakter—mengajak anak bermain dengan kesadaran, berkreasi dengan kemandirian, dan menjaga dengan tanggung jawab, demi membentuk generasi yang berakar kuat pada budaya namun siap menatap masa depan.
Dampingi, Bukan Sekadar Mengawasi

Doc. Karya Pribadi, PKB di Negeri Hemungsia Dufu : ”Dari Taliabu, kita berbagi, mengabdi, dan berinovasi—melahirkan permainan edukatif di Tamasya Merdeka untuk menumbuhkan generasi hebat Indonesia.”
Keistimewaan yang paling mengharukan dari kegiatan ini adalah keterlibatan aktif para orang tua dan kader TPK/BKB. Mereka bukan sekadar hadir sebagai penonton atau pengawas, melainkan berdiri sejajar sebagai pendamping, penggerak, sekaligus pelita dalam proses tumbuh kembang anak.
Lihatlah seorang ibu yang dengan penuh cinta membimbing anaknya menaiki tangga kayu, atau seorang ayah yang dengan sabar membantu menyusun balok kayu hingga menjulang tinggi. Bukan hanya momen bermain — melainkan wujud pengasuhan yang sesungguhnya: pengasuhan yang hadir, yang penuh sentuhan, yang menyatu dalam tawa dan peluh.
Kader dan orang tua bukan sekadar pelengkap dalam kegiatan ini, mereka adalah garda terdepan. Mereka adalah penjaga generasi, penanam nilai, dan penguat karakter. Tanpa mereka, APE hanyalah alat. Tapi dengan kehadiran mereka, APE berubah menjadi jendela harapan. Pendidikan menjadi hidup, menyentuh hati, dan membekas dalam jiwa anak-anak.
Inilah esensi sejati dari Merdeka Belajar: membebaskan anak dari sekat-sekat pembelajaran yang kaku, dan sekaligus membebaskan kita semua — orang tua, masyarakat, kader — untuk menjadi bagian dari proses itu. Anak-anak belajar bukan hanya dari buku atau guru, tetapi juga dari pelukan hangat ibunya, dari tepuk tangan ayahnya, dari senyuman kader yang tak pernah lelah.
Tamasya Merdeka di Desa Kramat merupakan simbol gerakan perubahan, bahwa di tangan masyarakat, pendidikan yang membumi, bermakna, dan membebaskan bisa benar-benar terjadi. Bahwa siapa pun kita — ayah, ibu, nenek, kader — memiliki peran besar dalam membentuk masa depan anak-anak desa ini. Dan ketika kita semua melangkah bersama, dengan hati yang tulus dan niat yang kuat, desa menjadi ruang belajar terbaik, dan anak-anak tumbuh menjadi pribadi yang merdeka, percaya diri, dan mencintai tanah airnya dengan sepenuh hati.
Merayakan Kemerdekaan, Menyemai Masa Depan
Apa yang dilakukan oleh warga Desa Kramat menjadi cerminan harapan baru bagi banyak desa di seluruh pelosok negeri. Mereka telah menunjukkan bahwa kemerdekaan sejati bukan hanya tentang mengenang sejarah, tetapi juga tentang menyiapkan generasi penerus bangsa dengan hati, budaya, dan cinta yang tulus.
Anak-anak yang hari ini bermain congklak dari batu kerikil, memanjat pohon jambu di halaman, atau berlarian sambil menyanyikan lagu-lagu rakyat, sejatinya sedang menumbuhkan akar jati diri mereka. Mereka tumbuh menjadi pribadi yang kreatif, tangguh menghadapi zaman, namun tetap lekat pada nilai-nilai budaya bangsanya.
Di tengah dunia yang makin cepat, makin sibuk, dan makin digital, Desa Kramat mengingatkan kita bahwa anak-anak tidak selalu membutuhkan mainan canggih atau teknologi mahal. Sering kali, mereka hanya butuh satu hal: ruang untuk menjadi diri sendiri — ruang yang aman, permainan yang membebaskan, dan pendampingan yang penuh kasih dari orang dewasa yang peduli.
Dari sudut-sudut desa kecil ini, terdengar suara hati para kader PKB/PLKB Negeri Hemungsia Sia Dufu — suara yang penuh semangat, harapan, dan cinta:
“Kami percaya, setiap anak di pelosok negeri ini berhak tumbuh dengan bahagia. Kami hadir bukan hanya sebagai petugas, tapi sebagai sahabat tumbuh kembang mereka. Setiap senyum mereka adalah semangat kami, dan setiap langkah kecil mereka adalah alasan kami untuk terus bergerak. Karena masa depan bangsa ini sedang bermain di halaman desa. Mari kita jaga, dampingi, dan cintai mereka sepenuh hati.”
Pesan ini bukan hanya untuk Desa Kramat, tapi untuk kita semua — bahwa membesarkan anak adalah kerja bersama, dan cinta yang tulus dari masyarakat adalah fondasi paling kokoh dalam pendidikan.
Merdeka bukan hanya untuk dikenang, tapi untuk diwariskan. Dan warisan terbaik untuk anak-anak kita adalah: ruang untuk tumbuh, hak untuk bahagia, dan cinta yang tak pernah putus.

