Tahun ini, Indonesia menapaki 80 tahun kemerdekaan—sebuah usia yang sarat makna. Angka ini bukan sekadar hitungan tahun, tetapi penanda perjalanan panjang yang mengingatkan kita pada keberanian para pahlawan, sekaligus menjadi cermin untuk bertanya: Sudahkah kita menyiapkan generasi penerus yang sanggup menjaga dan mengisi kemerdekaan ini dengan prestasi, martabat, dan kejayaan?
Sebab, kemerdekaan sejati bukan hanya terbebas dari penjajahan fisik. Kemerdekaan sejati adalah ketika bangsa ini bebas dari kebodohan, kemiskinan, dan kerapuhan karakter generasi mudanya. Perjuangan menuju kemerdekaan yang utuh itu dimulai dari lingkaran terkecil—rumah. Dan di dalam rumah, ada sosok yang perannya kerap terabaikan namun begitu menentukan: ayah.
Seorang ayah yang hadir, mendengar, membimbing, dan mencintai tanpa syarat adalah pondasi lahirnya generasi yang percaya diri, tangguh, dan siap memimpin. Sebab, di balik setiap anak hebat, hampir selalu ada ayah yang setia menuntun langkahnya—meski tanpa banyak kata, namun penuh makna.
Berbagai penelitian menunjukkan, keterlibatan ayah sejak anak berada pada tahap usia dini berpengaruh langsung pada kualitas perkembangan anak. Anak yang memiliki hubungan dekat dengan ayah cenderung tumbuh lebih sehat, memiliki kecerdasan kognitif yang lebih baik, rasa percaya diri yang tinggi, dan karakter yang kuat—modal penting untuk menjadi Generasi Emas 2045. Peran seorang ayah tidak berakhir ketika pintu kantor tertutup. Sesampainya di rumah, ia menyapa anak dengan senyum yang menenangkan, mendengarkan setiap cerita dengan sepenuh hati, mengajak bermain seolah waktu berhenti, membisikkan nasihat yang membekas, dan memeluk dengan hangat—yang membuat anak merasa aman dan dicintai.
Ayah yang terlibat aktif dalam pengasuhan bukan sekadar membantu, melainkan menjadi bagian penting dalam tumbuh kembang anak. Sentuhan kasih sayang, kehadiran yang konsisten, dan keterlibatan dalam momen-momen kecil membuat anak merasa dihargai, aman, dan dicintai tanpa syarat. Kehadiran ayah—baik secara emosional maupun fisik—juga menjadi penopang bagi ibu, mengurangi tekanan dan stres yang dihadapi, sehingga tercipta keseimbangan peran di dalam keluarga. Dalam suasana yang harmonis inilah, anak belajar arti kepercayaan, kerja sama, dan cinta yang tulus, bekal berharga yang akan mereka bawa hingga dewasa.
Di Desa Kramat, Kecamatan Taliabu Barat, tengah dipersiapkan kolaborasi antara Gerakan Ayah Teladan Indonesia (GATI) dan Taman Asuh Sayang Anak Merdeka (Tamasya Merdeka). Melalui program Desa/Kelurahan Ayah Teladan (Dekat) yang akan dijalankan, pengasuhan tidak lagi akan dipandang sebagai tugas ibu semata. Program ini membuka ruang bagi para ayah untuk belajar, saling bertukar pengalaman, dan mengasah keterampilan sebagai pendidik pertama, teladan utama, sekaligus pelindung terdepan bagi keluarganya. Dengan hadirnya ayah dalam setiap aspek pengasuhan, diharapkan tercipta keluarga yang lebih kuat, anak-anak yang lebih percaya diri, serta komunitas yang lebih harmonis.
Jika semangat ini dapat hidup di setiap rumah, maka pada saat Indonesia merayakan 100 tahun kemerdekaan nanti, kita akan memiliki generasi yang lahir dari keluarga di mana ayah dan ibu bersinergi penuh—mengasuh dengan cinta, membimbing dengan ilmu, dan memimpin dengan teladan. Generasi yang tidak hanya mampu bertahan di tengah tantangan zaman, tetapi mampu memimpin Indonesia menjadi bangsa yang diperhitungkan dunia.
Perjuangan seorang ayah masa kini memang berbeda dari para pahlawan dahulu. Jika dulu medan tempur berada di medan perang, kini medan itu ada di ruang keluarga—dalam setiap pelukan yang menguatkan, kata yang menyalakan semangat, waktu bermain yang menumbuhkan ikatan, dan doa yang setia mengiringi setiap langkah anaknya.
Apa yang dimulai di Desa Kramat ini mungkin tampak sederhana: peningkatan peran, diskusi, dan praktik pengasuhan. Namun, seperti benih kecil yang kelak menjadi pohon rindang, inilah investasi panjang yang akan melindungi dan menyejukkan Indonesia di masa depan.

Kemerdekaan sejati tumbuh dari keluarga yang bersatu, dan ayah adalah salah satu pilar terkuatnya. “Ayah hebat, Didik dengan kasih, pimpin dengan teladan.”
